Sastra dan Identitas Budaya:
Menjaga Warisan Lokal di Era Global
Pendahuluan
Sastra merupakan refleksi kehidupan
manusia yang mencerminkan berbagai persoalan hidup seperti tradisi, cinta,
pengabdian, kekuasaan, falsafah hidup, dan harapan (Advianturi & Mulyawati,
2022). Lebih dari sekadar hiburan, sastra juga berperan sebagai media untuk
merekam, mentransmisikan, dan membentuk identitas budaya (Kamelia dkk, 2023).
Dalam konteks Indonesia yang multikultural, fungsi tersebut menjadi semakin
signifikan karena sastra berperan dalam melestarikan nilai-nilai lokal
sekaligus menjembatani pertemuan dengan budaya global (Hermawan &
Anjariyah, 2023). Oleh sebab itu, pembacaan terhadap karya sastra tidak dapat
dilepaskan dari kajian budaya, sebab setiap teks lahir dari interaksi antara
pengarang dan masyarakatnya.
Pembahasan
Karya sastra, baik berupa cerita
rakyat, puisi, maupun novel modern, merepresentasikan pengalaman sosial
masyarakatnya. Identitas budaya dalam sastra hadir melalui simbol, tokoh, dan
narasi yang menggambarkan cara hidup, tradisi, hingga pergulatan ideologi.
Menurut (Diana, 2025), sastra Indonesia kontemporer banyak memotret realitas
sosial, seperti ketimpangan gender, relasi kuasa, hingga persoalan lingkungan,
yang kemudian menjadi medium kritik sekaligus perenungan budaya. Hal ini
membuktikan bahwa sastra berperan sebagai cermin dan pengingat jati diri suatu
bangsa.
Namun, arus globalisasi
menghadirkan tantangan besar. Generasi muda kini lebih banyak mengonsumsi
budaya populer global daripada karya sastra lokal. Padahal, hilangnya minat
terhadap sastra daerah dapat berdampak pada pudarnya nilai-nilai tradisional
(Jadidah dkk, 2023), hal ini menunjukkan bahwa apresiasi mahasiswa terhadap
sastra daerah masih rendah karena minimnya inovasi dalam penyajian dan
kurangnya media yang relevan dengan dunia digital. Jika hal ini terus
berlanjut, ada risiko bahwa warisan budaya lokal akan tergerus dan tidak lagi
dikenal generasi mendatang.
Selain soal identitas budaya,
sastra juga berfungsi sebagai ruang representasi gender. Cerita rakyat
misalnya, sering kali menampilkan konstruksi peran perempuan yang terbatas.
Namun, karya sastra modern mulai mendobrak hal tersebut dengan menghadirkan tokoh
perempuan yang kritis, mandiri, dan progresif. Hal ini, menurut (Yuliana dkk,
2025) merupakan bentuk perlawanan simbolik terhadap patriarki yang sudah
mengakar dalam budaya. Dengan demikian, sastra tidak hanya menjaga warisan,
tetapi juga menjadi sarana perubahan sosial.
Agar sastra tetap relevan, perlu adanya revitalisasi melalui media digital. Penggunaan platform daring, aplikasi interaktif, hingga adaptasi sastra dalam bentuk film dan animasi bisa menjadi cara untuk menarik minat generasi muda. Inovasi ini sejalan dengan gagasan bahwa sastra harus bertransformasi mengikuti perkembangan zaman, tanpa kehilangan esensi budayanya. Misalnya, dongeng Nusantara yang diunggah dalam bentuk podcast atau webtoon dapat menjadi jembatan antara tradisi lisan dengan budaya digital.
Penutup
Sastra tidak hanya menyimpan kisah masa lalu, tetapi juga berfungsi sebagai penanda identitas dan arena perubahan sosial. Melalui kajian budaya dan gender, kita dapat melihat bagaimana sastra merepresentasikan dinamika masyarakat, sekaligus menjaga warisan budaya agar tidak hilang di tengah arus globalisasi. Oleh karena itu, revitalisasi sastra dengan pendekatan kreatif dan digital menjadi langkah strategis untuk memastikan bahwa nilai-nilai luhur bangsa tetap hidup dan relevan bagi generasi mendatang.
Referensi
Advianturi,
T., & Mulyawati, S. (2022). Sastra Sunda dalam kurun waktu tiga dasawarsa
terakhir. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, 22(1), 119–130. https://doi.org/10.17509/bs_jpbsp.v22i1.47659
Diana.
(2025). Sastra Indonesia dan perubahan sosial: Refleksi historis dan
kontemporer. BASADYA: Jurnal Ilmu Bahasa, Sastra, dan Budaya, 1(1),
27–40.
Hermawan,
W., & Anjariyah, D. (2023). Penguatan nilai multikultural sastra lokal
sebagai media literasi anak. Jurnal Edukasi dan Riset, 4(4), 1–12. https://doi.org/10.37985/jer.v4i4.533
Jadidah,
I. T., Alfarizi, M. R., Liza, L. L., Sapitri, W., & Khairunnisa, N. (2023).
Analisis pengaruh arus globalisasi terhadap budaya lokal (Indonesia). Asian
Online Journal of Social Sciences and Arts (AOSSAGCJ), 3(2), 1–15. https://doi.org/10.47200/aossagcj.v3i2.2136
Kamelia,
E. O. H., Octavia, E., & Prianto, Y. (2023). Peran sastra dalam membentuk
identitas kultural dan sosial budaya. Jurnal Serina Sosial Humaniora (JSSH),
1(3), 140–144. https://doi.org/10.24912/jssh.v1i3.28633
Rina,
Y., Setyowati, H., & Aryanto, A. (2025). Perjuangan perempuan melawan
patriarki dalam Katresnan karya Soeratman Sastradihardja dalam
perspektif feminisme liberal dan radikal. Kawruh: Journal of Language
Education, Literature, and Local Culture, 7(1), 41–55. https://doi.org/10.32585/kawruh.v7i1.6201
Komentar
Posting Komentar